LEBAK, BANTEN, - Beberapa pangkalan tabung gas subsidi 3 Kg di Wilayah Kabupaten Lebak, Propinsi Banten diduga mendistribusikan 'Si Melon' ke pengecer diluar batas wilayah yang ditentukan, dengan harga jual melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET).
Padahal pendistribusian elpiji 3 kg semestinya diperuntukan bagi masyarakat miskin sesuai kuota Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang terdata pada Badan Pusat Statistik (BPS).
Hasil temuan awak media di beberapa Wilayah Kecamatan di Kabupaten Lebak, maraknya kendaraan bermuatan tabung gas subsidi yang tidak menggunakan plang pangkalan, melakukan penjualan dengan cara mengecer ke warung - warung diluar batas wilayah dengan harga melampaui HET. Hal ini tenru dapat merugikan negara dan masyarakat penerima manfaat.
Hasil penelusuran awak media dilapangan, diketahui ada tiga pangkalan LPG 3 Kg yang nakal dengan tidak mengindahkan aturan regulasi yang telah ditentukan pihak Pertamina maupun Pemerintah.
Ketiga pangkalan elpiji subsidi tersebut diantaranya, Pangkalan Suherman di Desa Cibuah Kecamatan Warunggunung, , Pangkalan Khoiriyah di Desa Tambak Baya Kecamatan Cibadak dan Pangkalan Khoirulrohman di Desa Pasirtangkil Kecamatan Warunggunung.
Menurut keterangan sumber pemilik warung atau pengecer yang membeli gas elpiji 3 Kg dari ketiga pangkalan tersebut mengaku kalau per tabung mereka beli dikisaran harga Rp. 18.000 hingga Rp.20.000.
"Memang warung saya juga jual gas elpiji 3 kg, yang dibeli dari pangkalan Khoirulrohman dari Desa Pasirtangkil dengan harga pertabung variatif kadang Rp.18.000 kadang Rp.20.000, " ungkap pemilik warung berinisial B warga asal Desa Sindangsari Kecamatan Warunggunung kepada awak media pekan lalu.
Sementara pemilik warung lainnya yang dapat ditemui awak media berinisial N warga Desa Cibuah mengaku, kalau dirinya pernah berjualan gas elpiji subsidi yang dikirim Pangkalan Khoiriyah dari Desa Tambak Baya. Bahkan dirinya menyimpan uang jaminan sebesar Rp.12 juta.
"Saya juga pernah kerjasama jualan gas elpiji 3 kg dengan pangkalan diluar desa saya yakni dari pangkalan Khoiriyah Desa Tambak Baya. Dan waktu itu saya juga memberikan uang jaminan sebesar Rp.12 juta, adapun harga dari pangkalan ke saya pertabung sebesar Rp.18.000, - Namun sekarang saya sudah berhenti tidak lagi jualan gas subsidi, dan uang saya dari pangkalan katanya akan dikembalikan dengan cara dicicil atau diangsur setiap bulan sekali sebesar Rp. 500 000, " kata N
Ditemui awak media Ketiga pemilik pangkalan gas LPG Subsidi, Suherman, Khoriyah dan pihak managemen pangkalan Khoirulrohman mengakui kalau mereka menjual keluar batas wilayah desa mereka, dengan alasan untuk mempercepat proses penjualannya.
"Emang kenapa gitu pak kalau saya menjual gas elpiji subsidi keluar batas wilayah desa, apakah masalah ?, " tanya Suherman kepada awak media
Menurut Suherman penjualan yang dilakukannya tidak masalah selama masih dalam batas wilayah satu kecamatan.
"Kan saya menjualnya juga ke warung - warung di Kecamatan Warunggunung. Kalau saya gak 'Nganvas' gimana mau cepat laku gas ini, " cetus Suherman
Hal senada dikatakan pemilik Pangkalan Khorulrohman. Menurut dia, penjualan keluar batas wilayah desa sudah hal yang biasa dilakukan pangkalan - pangkalan gas 3 kg di wilayah Kabupaten Lebak.
"Disini mah udah biasa sih pak, kalau pangkalan Nganvas jual ke warung - warung diluar desa. Bahkan kadang saya tahu ada gas elpiji 3 kg bersegel warna kuning dari Pandeglang masuk kesini ke Lebak, " cetusnya
Sementara pemilik pangkalan Khoiriyah Desa Tambak Baya Kecamatan Cibadak yang meminta jaminan kepada warung sebesar Rp.12 juta mengaku dirinya tidak mengetahui persis hal tersebut. Karena sebelumnya pangkalan miliknya dikelola oleh mantan suaminya.
"Soal ada Jaminan Rp.12 juta saya sama sekali tidak tahu mungkin itu mantan suami saya dulu yang turut mengelola pangkalan ini, " ujar Khoiriyah yang mengaku hanya menerima gas elpiji 3 kg dari agen setiap satu pekan sebanyak 100 hingga 150 tabung.
Untuk diketahui penerimaan tabung gas elpiji 3 kg perbulannya dari agen ke pangkalan Khoiriyah sungguh berbeda jauh dengan kuota masyarakat miskin di Desa Tambak Baya yang hingga mencapai 1400 Kepala Keluarga.
Menanggapi hal itu aktivis sosial di Kabupaten Lebak Hariri menyesalkan adanya pangkalan gas subsidi nakal dengan tidak mematuhi aturan yang ada.
"Jika benar seperti itu, wajar saja harga gas elpiji subsidi selalu mahal di masyarakat hingga mencapai Rp.25.000 pertabung, " ujar Hariri
Padahal kata Hariri, pemerintah Kabupaten Lebak melalui Disperindag pernah menegaskan kepada pangkalan agar menjual Elpiji 3 Kg kepada konsumen/masyarakat tidak mampu sesuai dengan Log Book yang diatur Pertamina.
Bahkan pihak Disperindag juga tambah Hariri, pernah menghimbau dan melarang pangkalan menjual gas elpiji 3 kg subsidi kepada pengecer. Hal itu untuk menjaga agar harga tidak meroket dan tidak terjadi kelangkaan.
"Ini harus segera ditindaklanjuti oleh pihak - pihak terkait, terutama Pertamina dan Pemerintah. Namun menyoal penjualan elpiji subsidi oleh pangkalan keluar batas wilayah dengan harga diatas HET, bilamana masalah tersebut masuk unsur pidana, tentunya pihak Kepolisian dalam hal ini Polres Lebak turun tangan demi tegaknya hukum dan memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat, " pungkas Hariri.***